bolagila.com, Jakarta – Dalam sepekan terakhir, kasus pembobolan bank melalui mesin anjungan tunai mandiri atau ATM menjadi perbincangan hangat sejumlah kalangan di Jakarta. Diduga, dua belas anggota Satpol PP bobol ATM untuk meraup uang tunai.
Jumlah uangnya pun terbilang besar. Dugaan awal, belasan anggota Satpol PP bobol ATMhingga Rp 32 miliar.
Belakangan, menurut polisi, jumlahnya membengkak menjadi Rp 50 miliar. Bahkan, jumlah orang yang dipanggil polisi mencapai 41 orang. Namun, hingga Jumat 22 November 2019, baru 25 orang yang memenuhi panggilan polisi.
Bagaimana modus belasan anggota Satpol PP bobol ATM? Bagaimana pula tindakan terhadap mereka? Simak dalam Infografis berikut ini:
Dikabarkan bahwa telah terjadi pengambilan uang dalam jumlah tak wajar oleh beberapa orang oknum petugas Satpol PP melalui mesin ATM dengan media kartu ATM Bank DKI.
Namun ketika uang diambil oleh pelaku yang memiliki rekening Bank DKI, saldo dalam tabungannya tidak berkurang sama sekali sehingga tindakan ini kembali diulang oleh para pelaku.
Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) DKI Jakarta Arifin mengatakan, berdasarkan pengakuan dari oknum anggotanya yang diduga membobol Bank DKI, bahwa mereka sudah melakukan tindakannya sejak Mei, hingga menimbulkan kerugian sebesar Rp 32 miliar.
“Ini menurut pengakuan mereka sudah lama. Bukan dalam sekali ambil sebesar itu, tidak. Ada yang bilang sejak Mei 2019, lanjut sampai Agustus,” kata Arifin saat dihubungi di Jakarta, Senin (18/11/2019).
Beberapa orang di antaranya, lanjut Arifin, memiliki itikad baik untuk mengembalikan uang tersebut pada Bank DKI.
Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) DKI Jakarta Chaidir menyatakan, 12 anggota Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) DKI yang diduga terlibat dalam pembobolan duit di mesin ATM dengan media kartu ATM DKI telah dipecat.
“SK (Surat Keputusan) pemberhentian atau pemecatannya sudah kami keluarkan sejak Rabu (19/11/2019) kemarin,” kata Chaidir saat dihubungi, Kamis (21/11/2019).
Dia menjelaskan alasan pemecatan itu untuk memudahkan penyelidikan. Sebab 12 anggota tersebut masih berstatus pegawai tidak tepat atau kontrak.