BOLAGILA – Perusahaan penerbangan raksasa Amerika Serikat (AS), Boeing, mengaku bersalah atas tuduhan penipuan terkait kecelakaan 737 MAX di Indonesia dan Ethiopia. Kondisi itu membuat Boeing tak akan dituntut pidana oleh otoritas AS di kasus mematikan tersebut.
Seperti dilansir AFP, Senin (8/7/2024), Boeing mengatakan pihaknya telah mencapai kesepakatan dengan Departemen Kehakiman AS terkait dua kecelakaan fatal itu. Menurut dokumen pengadilan, raksasa penerbangan itu mengaku bersalah atas tindak penipuan terkait sertifikasi 737 MAX.
Kesepakatan pembelaan (plea deal) dicapai setelah jaksa federal AS menyimpulkan Boeing telah melanggar penyelesaian sebelumnya dalam menangani dua kecelakaan fatal melibatkan Boeing 737 MAX di Indonesia dan Ethiopia sekitar lima tahun lalu.
Kecelakaan mematikan yang melanda maskapai Lion Air tahun 2018 dan maskapai Ethiopian Airlines tahun 2019 lalu telah menewaskan total sedikitnya 346 orang.
“Kami pada prinsipnya telah mencapai kesepakatan mengenai resolusi dengan Departemen Kehakiman, tunduk pada peringatan dan persetujuan persyaratan tertentu,” sebut Boeing dalam pernyataannya kepada AFP.
Dokumen pengadilan yang diajukan di Texas pada Minggu (7/7) waktu setempat menyebutkan bahwa Boeing telah setuju untuk mengaku bersalah atas “konspirasi untuk menipu Amerika Serikat” selama sertifikasi pesawat jenis 737 MAX.
Boeing akan didenda berdasarkan kesepakatan itu dan harus menginvestasikan minimal US$ 455 juta dalam “program kepatuhan dan keselamatan”. Sementara kompensasi untuk keluarga korban akan ditentukan oleh pengadilan.
Situasi hukum terbaru Boeing ini dipicu oleh keputusan Departemen Kehakiman AS pada pertengahan Mei yang menuduh perusahaan itu mengabaikan perjanjian penuntutan yang ditangguhkan (deferred prosecution agreement atau DPA) tahun 2021, dengan tidak memenuhi persyaratan untuk meningkatkan program kepatuhan dan etika setelah insiden 737 MAX.
Menanggapi kesepakatan antara Boeing dan Departemen Kehakiman AS itu, keluarga para korban kecelakaan Boeing 737 MAX menyatakan “sangat kecewa”.
“Lebih banyak bukti telah diajukan selama lima tahun terakhir yang menunjukkan bahwa budaya Boeing yang mengutamakan keuntungan di atas keselamatan tidak berubah. Perjanjian pembelaan ini hanya semakin menyimpang dari tujuan perusahaan,” ucap pengacara dari Clifford Law, Robert A Clifford, yang mewakili keluarga korban.