Juru Bicara MK Fajar Laksono memastikan, pengucapan putusan sengketa Pileg 2024 akan digelar terbuka dan disiarkan melalui Youtube resmi MK.
BOLAGILA, Jakarta Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pengucapan putusan terhadap sengketa Pileg 2024 selama tiga hari. Dimulai dari Kamis 6 Juni, Jumat 7 Juni, dan akan dituntaskan hari ini, Senin 10 Juni 2024.
Mengutip jadwal di situs resmi MK, perkara pertama yang akan dibacakan putusannya pada pukul 08.30 WIB adalah nomor 73-01-03-05/PHPU.DPR-DPRD-XXII/2024 dari PDI Perjuangan (PDIP). Total, akan ada 31 perkara yang akan dibacakan putusannya hari ini
Total ada 106 perkara yang dibacakan putusannya sejak pekan lalu dan hari ini. Fajar memastikan, pengucapan putusan akan digelar terbuka dan disiarkan melalui Youtube resmi MK.
“Kami undang rekan-rekan pers untuk meliput. Terima kasih,” tandas Fajar.
Dalam sidang sengketa Pileg 2024, MK sudah menjalankan rangkaian sidang pembuktian dengan menghadirkan saksi dimulai pada 27 Mei 2024. MK membagi 106 perkara tersebut ke dalam tiga panel dan bersidang secara maraton setiap harinya.
Setiap pihak sudah diberi kesempatan sama untuk menghadirkan saksi. Total ada enam orang saksi yang diberi kesempatan oleh hakim konstitusi. Mereka terdiri dari lima orang saksi dan seorang ahli.
Sebelumnya, Hakim Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo menjelaskan, aturan sidang kali ini adalah satu arah. Artinya, para pemohon, termohon dan terkait tidak ada yang boleh menyanggah atau meminta interupsi.
“Agenda persidangan pada pagi hari ini untuk pengucapan putusan dan mungkin juga ada ketetapan nanti. Oleh karena itu pada sesi putusan nanti diingatkan kepada para pihak untuk tetap menjaga ketertiban dan tidak diperkenankan adanya interupsi,” kata Suhartoyo di ruang sidang utama, Gedung MK Jakarta, Kamis 6 Juni 2024.
Suhartoyo menjelaskan, pengucapan putusan pada hakikatnya adalah penyampaian pernyataan dan pendapat hakim yang harus dihormati, dan diberi kesempatan. Sehingga tidak pada tempatnya kalau ada yang menyela atau interupsi.
Mahkamah Konstitusi (MK) menolak untuk seluruhnya sengketa pemilihan legislatif (Pileg) 2024 yang diajukan Partai Golkar di sepanjang daerah pemilihan atau dapil Papua Selatan 3.
Adapun Partai Golkar dalam perkara bernomor 264-01-04-35/PHPU.DPR-DPRD-XXII/2024 memohon agar batal keputusan KPU Nomor 360 Tahun 2024 sepanjang perolehan suara DPR RI dapil Papua Selatan 3. Dengan pihak terkait Partai Nasdem, PKB, dan PAN.
“Dalam pokok permohonan menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya,” kata Hakim Ketua MK Suhartoyo di Ruang Sidang Pleno Gedung MK, Jakarta Pusat, Jumat (7/6/2024).
Menurut hakim MK tidak benar dalil Pemohon (Partai Golkar) yang menyebut Termohon (KPU) tidak membacakan hasil perolehan suara untuk pengisian keanggotaan DPR RI dari Kampung Taim dan Kampung Sepo dalam rekapitulasi di tingkat Distrik Passue.
“Mahkamah menemukan fakta hukum bahwa dalil a quo telah dibantah oleh termohon dengan menyatakan dalil tersebut tidak benar,” kata Hakim MK Daniel Yusmic P Foekh.
Selanjutnya, Daniel berujar bahwa dalam pertimbangan Hakim MK terhadap dalil Partai Golkar yang menyatakan KPU telah merubah hasil perolehan suara partai Gerindra dan PAN pada rapat pleno rekapitulasi tingkat provinsi, tak memiliki alat bukti yang memadai
“Mahkamah menemukan fakta hukum bahwa perubahan suara Pihak Terkait III (PAN) dari 5.430 suara menjadi 5.690 suara adalah karena adanya perbaikan data di tingkat provinsi,” ucap Daniel.
Pasalnya, kata Daniel berdasarkan jawaban dari Termohon dan keterangan Bawaslu pada saat pelaksanaan Rapat Pleno Rekapitulasi Penghitungan Hasil Perolehan Suara di tingkat Provinsi Papua Selatan, terdapat keberatan dari Pihak Terkait III (PAN) terkait dengan perolehan suaranya.
Pada saat itu, kata Daniel dengan disaksikan Bawaslu telah dilakukan penyandingan data yang dimiliki oleh Pihak Terkait III (PAN) berupa C Hasil Salinan.
“Termohon melakukan perubahan hasil perolehan suara pada formulir Hasil D Kabko-DPRPS dengan diparaf oleh saksi pihak terkait III PAN dan mengubah jumlah perolehan suara dari 5.430 suara menjadi 5.690 suara,” kata dia.
Mahkamah Konstitusi (MK) memerintahkan pemungutan suara ulang (PSU) pada TPS 15 serta penghitungan ulang surat suara pada TPS 12, TPS 13, TPS 14, dan TPS 16 Desa Mentengsari Kecamatan Cikalongkulon Kabupaten Cianjur.
Hal itu disampaikan MK saat sidang putusan Perkara Nomor 55-02-02-12/PHPU.DPR-DPRD- XXII/2024 yang dimohonkan calon anggota legislatif (caleg) Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) Hendry Juanda dalam pemilu DPRD Kabupaten Cianjur Daerah Pemilihan (Dapil) 3.
“Dalam pokok permohonan, mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian. Menyatakan hasil perolehan suara calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Cianjur Daerah Pemilihan Cianjur 3 harus dilakukan pemungutan suara ulang dan penghitungan ulang surat suara,” kata Hakim Ketua MK Suhartoyo di Ruang Sidang Pleno Gedung MK, Jakarta Pusat pada Kamis (6/6/2024).
MK pun memerintahkan KPU selaku Termohon melaksanakan perintah terkait dalam waktu paling lama 30 hari sejak putusan diucapkan. Selain itu, MK juga meminta Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) melakukan supervisi dan koordinasi dalam rangka pelaksanaan amar putusan tersebut.
“Mahkamah juga memerintahkan Kepolisian Negara Republik Indonesia beserta jajarannya, khususnya Kepolisian Daerah Jawa Barat dan Kepolisian Resor Cianjur melakukan pengamanan proses pemungutan suara ulang dan penghitungan ulang surat suara tersebut sesuai dengan kewenangannya,” kata Hakim Ketua Suhartoyo.
Dalam pertimbangannya, dibacakan Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P Foekh, telah terjadi pelanggaran pemilu yang dilakukan Kepala Desa (Kades) Mentengsari, Somantri yang mencoblos ulang surat suara yang telah dicoblos sebelumnya untuk pemilihan calon anggota DPRD Kabupaten Cianjur Dapil 3. Hal itu dikonfirmssi oleh KPU dan putusan Pengadilan Negeri Cianjur.
Somantri terbukti sah dan meyakinkan bersalah melakukan tidak pidana dengan sengaja melakukan perbuatan yang menyebabkan suara pemilih menjadi tidak bernilai atau menyebabkan peserta pemilu tertentu mendapat tambahan suara atau pengurangan suara.
Somantri diganjar pidana penjara selama sembilan bulan dan pidana denda sejumlah Rp5 juta. Berdasarkan ketentuan Pasal 372 ayat (2) Undang-Undang tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu).