BOLAGILA – Mantan pejabat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Rafael Alun Trisambodo ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan gratifikasi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Gratifikasi itu diduga diterima Rafael selama 12 tahun lewat kewenangannya selaku pemeriksa pajak pada DJP Kemenkeu. “Terkait dengan dugaan korupsi penerimaan sesuatu oleh pemeriksa pajak pada Direktorat Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan tahun 2011 sampai 2023,” kata Juru Bicara Penindakan dan Kelembagaan KPK Ali Fikri di Gedung Merah Putih KPK, Kamis (30/3/2023).
Tak main-main, menurut KPK, nilai gratifikasi yang diterima Rafael mencapai 90.000 dollar Amerika Serikat (AS) atau sekitar Rp 1,3 miliar jika dikonversi dengan kurs rupiah saat ini. Dalam perkara ini, Rafael disangka melanggar Pasal l 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Modus KPK mengungkap, gratifikasi senilai Rp 1,3 miliar tersebut diterima Rafael melalui perusahaan konsultan pajak miliknya bernama PT Artha Mega Ekadhana (AME). “Sebagai bukti permulaan awal, tim penyidik menemukan adanya aliran uang gratifikasi yang diterima RAT berjumlah sekitar 90.000 dollar AS yang penerimaannya melalui PT AME,” kata Ketua KPK Firli Bahuri dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Senin (3/4/2023).
Mula-mula, pada tahun 2005, Rafael diangkat menjadi Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS). Dengan jabatan tersebut, dia bertugas meneliti dan memeriksa temuan perpajakan dari pihak wajib pajak yang tidak sesuai dengan ketentuan. Lalu, tahun 2011, Rafael diangkat sebagai Kepala Bidang Pemeriksaan, Penyidikan, dan Penagihan Pajak pada Kantor Wilayah Dirjen Pajak Jawa Timur I. Saat itulah, dia diduga mulai menerima gratifikasi. “Dengan jabatannya tersebut diduga Rafael menerima gratifikasi dari beberapa wajib pajak atas pengkondisian berbagai temuan pemeriksaan perpajakannya,” ujar Firli.
Dengan modus tersebut, menurut KPK, Rafael menerima gratifikasi selama belasan tahun dengan nilai total Rp 1,3 miliar. Namun demikian, sumber gratifikasi Rafael diduga tak hanya dari perusahaannya. Nilai total gratifikasi yang diterima Rafael diduga mencapai puluhan miliar rupiah. Jumlah itu mengacu pada isi safe deposit box (SDB) senilai Rp 32,2 miliar yang kini telah diblokir Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Terus diusut KPK pun telah mengamankan uang senilai Rp 32,2 miliar yang tersimpan dalam safe deposit box (SDB) milik Rafael pada salah satu bank. Uang puluhan miliar tersebut berbentuk pecahan dollar Amerika Serikat, dollar Singapura, dan Euro. Selain itu, KPK juga telah menyita sejumlah barang mewah dalam operasi penggeledahan kediaman Rafael di Perumahan Simprug Golf, Jakarta Selatan pada Senin (27/3/2023) lalu. Dari upaya paksa itu, tim penyidik mengamankan 2 dompet, 1 ikat pinggang, 1 jam tangan, 68 tas bermerek mewah, 29 perhiasan, dan 1 sepeda.
Atas kasus yang menjeratnya, Rafael ditahan di rumah tahanan (Rutan) KPK di Gedung Merah Putih, Jakarta. Penahanan berlangsung selama 20 hari pertama yakni 3-22 April 2023. KPK khawatir mantan pejabat DJP Kemenkeu itu melarikan diri jika tak ditahan pasca ditetapkan sebagai tersangka. “Tentulah kita khawatir bisa saja tersangka Rafael dengan begitu kekuatannya dengan fasilitas yang dia punya, bisa saja kita punya kekhawatiran dia melarikan diri,” kata Firli Bahuri. Saat ini, KPK masih terus mendalami dan menelusuri dugaan aliran uang panas yang melibatkan Rafael. Tak hanya dugaan gratifikasi, KPK juga terus mengusut dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang disinyalir menyeret ayah dari Mario Dandy Satrio itu. “Tentu ini (pengusutan dugaan TPPU Rafael) akan kita lakukan,” kata Firli.